Pada beberapa masyarakat, definisi
sekulerisme diartikan sebagai pemisahan antara wilayah agama dan negara,
sakral dan profan, pribadi dan publik, sehingga orang menjadi paranoid terhadap
kata yang berbau sekuler karena di anggap sebagai suatu paham anti-agama,
menolak agama atau memarjinalkan agama. Adalah sah dan wajar jika sebuah
istilah memiliki definisi berbeda-beda seusai strata pendidikan kelompok atau
orang yang mendefinisikannya. Sebab, realitasnya sebuah konsep atau istilah
memang melingkupi perbagai unsur dan aspek, maka wajar jika satu kelompok
menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek lainnya[1].
Yang tidak fair manakala memaksakan definisi tersebut kepada orang lain
tanpa melalui sebuah kajian atau diskusi terlebih dahulu, apalagi jika
berimplikasi pada hak, kewajiban dan kedudukan seseorang.
Sebenarnya, yang membuat banyak
masyarakat antipati terhadap kata sekulersme ialah pendefinisiannya sebagai
paham yang memisahkan antara agama dan aspek kehidupan lainnya. Hal ini muncul
karena agama dianggap sebagai sesuatu yang absolut dan totaliter-cenderung
memaksakan- manakala masuk pada ranah publik. Persepsi ini timbul jika kita
membaca sejarah agama-agama Barat beserta lembaga keagamaannya yang cenderung
totaliter. Lain hal dengan yang terjadi di Timur, terutama di kalangan pemeluk
agama Islam, bahwa doktrin Islam yang menghargai pluralitas keagamaan menjadi
bertentangan dengan ketotaliteran doktrin agama tersebut.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa
sekulerisme di Barat merupakan gerakan perlawanan atas ketotaliteran sebuah
institusi keagamaan. Oleh karena itu, tidak tepat jika kita mengadopsi
bulat-bulat sebuah konsep tanpa melihat, mengkaji aspek-aspek yang menyertainya.
Definisi sekulerisme yang menurut hemat saya cocok dalam konteks ke-Indonesiaan
ialah sebagaimana yang di ungkapkan oleh Nur Ahmad Fadhil Lubis bahwa
sekulerisme ialah pembedaan antara wilayah individu dan sosial, sakral
dan profan, agama dan negara. Sehingga tidak mencampuradukan urusan pribadi dan
publik, menarik agama dari politik, ekonomi, sosial dan budaya.