Islam memandang manusia sebagai puncak ciptaan Tuhan sebab ia lah manifestasi Tuhan, di dalam dirinya terdapat Ruh Tuhan yang ditiupkan ketika Tuhan akan menciptakannya. Manusia sejati dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai sang Rasul penerima wahyu Tuhan dimana gerak langkah, ucapannya langsung dibimbing oleh Tuhan. Hubungan manusia dengan Tuhan bersifat vertikal artinya kedudukan manusia sebagai hamba, ciptaan (makhluk) dari sang Pencipta (Khalik) yakni Allah SWT yang memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an yang tertanam sebagai penjalan
amanah Tuhan di muka bumi. Manusia dengan manusia lainnya memiliki korelasi
yang seimbang dan saling berkerjasama dalam rangka memakmurkan bumi. Hubungan antar manusia ini bukanlah hubungan penyerahan/penghambaan, sebab jika ini terjadi maka kemerdekaan seorang manusia jadi hilang, selain itu praktek kemusyrikan telah terjadi dalam hubungan seperti ini. Manusia
dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa
syukur kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam
rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Alam telah ditundukan untuk melayani manusia maka sudah selayaknya ia bersyukur dan tunduk kepada Allah SWT. Beberapa hal yang terkait dengan kedudukan
manusia dalam alam semesta menurut Islam adalah sebagai berikut:
1) Manusia Sebagai Khalifah
dimuka bumi
Al-Qur’an
tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau
tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan
untuk mengemban satu tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Sumber lain mengatakan bahwa ada dua jenis kekalifahan manusia yakni 1) Khalifah kauniyah: yaitu semua orang/semua manusia. 2) Khalifah syar'iah yakni hanya orang-orang tertentu saja yang secara kapasitas dan kapabilitasnya mampu mengemban tigas kekhalifahan di muka bumi.
2) Hamba Allah (Abdul Allah)
Dalam konteks konsep abdul Allah,
manusia harus menyadari betul akan dirinya sebagai abdi. Hal ini berati bahwa
manusia harus menempatkan dirinya sebagai yang dimiliki, tunduk dan taat kepada
semua ketentuan pemiliknya, yaitu allah SWT. Kedudukan
sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan
makhluk-makhluk lainnya yang artinya manusia berkewajiban memaknai semua usaha
dan kegiatannya sebagai ikhtiar dan realisasi penghambaan diri kepada Allah termasuk
melalui aktifitas pengelolaan alam raya dengan kekuasaan yang dimilikinya guna
memenuhi kebutuhan hidup.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 bahwa "dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Billahitaufiq walhidayah. waallahu'alam bishowabWassalam