Akhir-akhir ini kita
dikejutkan oleh maraknya pemberitaan media massa mengenai kelompok homoseksual
atau yang dikenal dengan sebutan LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender). Lesbian
adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada
perempuan lainnya, Gay adalah istilah untuk merujuk laki-laki yang “menyukai”
sesama jenis (homoseksual), Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis,
ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita
sekaligus, dan Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang
terhadap jenis kelaminnya yang ditentukan, atau kelaminnya dari laki-laki
menjadi perempuan. Transgender bukan merupakan orientasi seksual. Hakikatnya
LGBT ini bukan hal normal yang terjadi pada manusia umumnya melainkan penyakit
seksual dalam kehidupan seseorang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
seseorang mengidap penyakit tersebut. Menurut psikolog Elly Risman Musa, faktor
penyebab itu di antaranya ialah lingkungan sosial. Keberadaan
ia pada lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang biasa atau
umum menyebabkan seseorang memiliki wawasan yang salah terhadap hubungan antara
pria dan perempuan. Faktor lain yang mungkin membuat seseorang keluar dari
fitrahnya adalah pengalaman seks dini dimana seorang anak memperoleh pengetahuan seksnya melalui gambar-gambar
porno dari televisi, DVD, internet, komik ataupun media lain di sekitarnya.
Selain itu, LGBT dapat juga merupakan sebuat penyakit akibat faktor kelainan
otak dan genetik maupun karena faktor psikologi.
Dari sudut pandang sosiologi,
penyimpangan sosial dimungkinkan terjadi karena seseorang menerapkan peranan
sosial yang menyimpang. Hal ini sangat terkait dengan sosialisasi yang ia dapat
dalam sistem masyarakat dimana ia tinggal dan bersosialisasi. Keluarga dan
lingkungan pergaulan akan sangat mempengaruhi pembentukan peranan sosial seseorang,
hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu
sistem penopang masyarakat dimana seorang individu memiliki intensitas
interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam sudut pandang ini, sebagai salah satu
bentuk penyimpangan sosial seorang pengidap LGBT pada awalnya memperoleh
sosialisasi untuk memiliki perilaku menyimpang dari lingkungan dan keluarganya.
Selain itu, pengetahuan agama yang lemah dari seorang individu dan norma sosial yang tidak berjalan dengan
baik juga turut mempengaruhi adanya perilaku menyimpang ini.
LGBT
Menyalahi Fitrah Manusia
Manusia diciptakan
Tuhan berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Adanya kelompok homoseksual,
biseksual maupun transgender merupakan fenomena yang menyalahi fitrah manusia. Keberadaan
kaum homoseks senantiasa dihubungkan dengan contoh historis kisah perilaku umat
nabi Luth. Dikemukakan bahwa Tuhan sangat murka terhadap kaum Nabi Luth yang
berperilaku homoseksual. Kemurkaan Tuhan itu diwujudkan dengan menurunkan hujan
batu dari langit dan membalikkan bumi. Akhirnya kaum Luth hancur lebur,
termasuk istrinya, kecuali pengikut yang beriman pada Luth. Kisah ini
dipaparkan dalam al-Quran surah al-’Araf ayat 80-84, al-Syu’ara ayat 160,
al-‘Ankabut ayat 29 dan al-Qamar ayat 38. Selain menyalahi fitrah manusia,
larangan terhadap perilaku menyimpang tersebut disebabkan karena dapat
menghalangi tujuan mempertahankan keturunan.
Eksistensi kelompok ini
terus dibangun dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa diskriminasi,
mereka melegalkan hubungan bahkan perkawinanya sehingga melahirkan sebuah
identitas komunitas masyarakat baru. Padahal alasan ini salah kaprah, HAM mesti
dipahami untuk melindungi generasi manusia dari kehancuran dan ketimpangan
sosial yang akan terjadi di masa depan. Argumentasi mensahkan LGBT apalagi
melindunginya jelas melanggar HAM.
Dalam konteks sosial
dan keagamaaan, LGBT dikatakan sebagai perilaku menyimpang. Sebab fenomena
tersebut tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam kelompok
masyarakat. LGBT dianggap sebagai sebuah cara yang tidak wajar demi mendapatkan
kepuasan seksual seagaimana yang dikatakan Robert M. Z. Lawang. Ia mendefinisikan
perilaku menyimpang sebagai sebuah tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam suatu sistem sosial (masyarakat). LGBT merupakan
salah satu bentuk perilaku menyimpang yang bukan hanya secara gamblang telah
menyalahi norma-norma yang ada dalam masyarakat namun juga turut mendorong
terciptanya upaya sadar dari sebagian elemen masyarakat untuk menekan
perkembangan komunitas LGBT dalam suatu masyarakat.
Dampak LGBT
Selain
berdampak pada faktor kesehatan, dampak negatif LGBT juga dapat dilihat dari sudut pandang
psikologis dan sosiologis. Dari sudut sosiologi, ia akan menyebabkan
peningkatan gejala sosial. Adanya gejala ini bisa merusakkan institusi keluarga
dan membunuh keturunan. Padahal kita tahu bahwa keluarga adalah unit dasar
suatu masyarakat dalam sebuah bangsa dan negara. Namun dengan fenomena LGBT
yang menular ke seluruh masyarakat dunia, termasuk negara kita, dapat
dipastikan ia akan memberi efek negatif kepada institusi. Kondisi ini tentunya
akan mengakibatkan rasa kecewa di kalangan anggota keluarga yang lain, juga berpotensi
menimbulkan pertikaian sesama anggota keluarga dan kerabat.
Jika dilihat dari sisi
psikologi, perilaku menyimpang ini turut mempengaruhi kejiwaan dan memberi efek
yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya pelaku merasa dirinya bukan
lelaki atau perempuan sejati, dan merasa khawatir terhadap identitas diri dan
seksualitasnya. Pelaku merasa cenderung dengan orang yang sejenis dengannya.
Hal ini juga bisa memberi efek terhadap akal, menyebabkan pelakunya menjadi pemurung.
Penolakan komunitas
LGBT ini ditunjukan oleh beberapa tokoh di Indonesia yang mengecam perilaku
menyimpang tersebut. Misalnya anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)
(K.H Hasyim Muzadi), Ketua Umum PBNU (K.H. Said Aqil Siradj), Mantan Ketua Umum
Majlis Ulama Indonesia (MUI) (Din Syamsudin), Ketua Umum PP Muhamadiyah (Haedar
Nasir) dan beberapa tokoh lainnya. Penilaian masyarakat yang mengecam perilaku
ini diberikan dalam beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, LGBT dianggap
sebagai dosa. Dari sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut
pandang medis dianggap sebagai penyakit, kelainan seksual ini juga dapat
menyebabkan seseorang terkena HIV.
Berdasarkan
analisa di atas, sudah sepatutnya kita mewaspadai dan membentengi orang-orang
yang kita sayangi agar tidak terlibat dalam perilaku menyimpang tersebut. Alasannya
sangat sederhana, bahwa perilaku LGBT bertabrakan dengan agama dan menyalahi
fitrah manusia. Dalam bingkai Ke-Indonesiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
perilaku menyimpang dan menimbulkan ketimpangan sosial apalagi dapat
menghancurkan generasi manusia tidak termasuk ke dalam HAM. Mungkin saja di
negara sekuler, dalih HAM terhadap perilaku menyimpang dapat dimaklumi sehingga
mereka mendapatkan perlindungan undang-undang.
Naudzubillahi min dzalik.